Menjawab Fenomena Pasang Surut Danau Dadakan

  • Kamis 07 Desember 2017 , 12:00
  • Oleh : Dewi
  • 1580
  • 2 Menit membaca

SLEMAN - Pekan lalu, warga Gunung Kidul sempat geger dengan kemunculan danau dadakan di Dusun Wediwutah, Desa Ngeposari, Kecamatan Semanu, Gunungkidul. Mata air seluas sekitar tiga hektar tersebut kini sudah mulai surut. Fenomena ini menyebabkan banyak yang bertanya-tanya bagaimana hal itu bisa terjadi. 

Guru Besar Fakultas Teknologi Mineral, Prof. Dr. Sari Bahagiarti K, M.Sc yang juga ahli Hidrologi UPN “Veteran” Yogyakarta (UPNVY) menjelaskan fenomena yang terjadi sebenarnya bukanlah hal aneh apalagi di daerah karst.

“Topografi Gunung Kidul sebagai daerah karst sehingga terdapat sungai-sungai di bawah tanah, rongga-rongga bawah tanah, maupun gua-gua. Menurut data saat ini ada sekitar 250 gua di Gunung Kidul,” jelas Sari yang juga menjabat sebagai Rektor UPNVY, Rabu (6/12/2017).

Sari mengatakan saat curah hujan tinggi rongga-rongga di bawah tanah penuh terisi air. Ketika air di permukaan surut, air yang ada di bawah permukaan atau rongga itu masih ada.

Jika sifat sungai dibawah tanah itu artesis atau semi artesis maka bisa jadi air yang berada di dalam rongga keluar atau tertekan sendirinya karena tekanan hidrostatistik. Jika air permukaan surut seolah-olah air dimuntahkan kembali karena tekanan.

“Meskipun pada tahun lalu di Gunung Kidul juga terjadi banjir, namun saat ini karena faktor hujan yang ekstream sehingga suplay air permukaan masuk dan memenuhi rongga-rongga menyebabkan air tersebut tertekan atau semi tertekan,” ujar Sari.

Faktor banjir, cuaca ekstream, suplay air di permukaan yang terlalu besar menyebabkan air diluar kapasitas atau daya tampung rongga-rongga permukaan. Hal ini menjadi sebuah fenomena seolah-olah terbentuk mata air baru atau danau. Ditegaskan oleh Sari, hal tersebut dapat dipastikan dibawah tanah terbentuknya fenomena tersebut ada rongga.

Jika faktor-faktor tersebut terjadi lagi dimungkinkan fenomena akan muncul kembali. Namun Sari menghimbau agar masyarakat tidak terlalu khawatir, fenomena ini justru menjadi pelajaran masyarakat tentang daerah karst.

Di Gunung Kidul terdapat Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK) Pegunungan Sewu yang rangkaiannya memanjang dari Wonogiri Jawa Tengah hingga Pacitan Jawa Timur. Tahun 2015 UNESCO menetapkan KBAK Pegunungan Sewu sebagai bagian dari Global Geopark Network karena keragaman ekosistem yang ada di dalamnya. 

“Masyarakat perlu lebih memahami fenomena karst dan peduli serta menjaga lingkungannya,” pungkasnya. (wwj/humas)