Prof. Basuki, Guru Besar UPN Veteran Yogyakarta Temukan Potensi Hilirisasi Batu Bara Langka di Muara Wahau

  • Kamis 11 September 2025
  • Oleh : Dewi
  • 87
  • 4 Menit membaca
UPN VETERAN Yogyakarta

Yogyakarta – Universitas Pembangunan Nasional (UPN) “Veteran” Yogyakarta resmi mengukuhkan Prof. Dr. Ir. RM. Basuki Rahmad, M.T. sebagai Guru Besar Bidang Batu Bara pada Fakultas Teknologi Mineral dan Energi (FTME), Kamis (11/9/2025). Prof. Basuki yang juga Dekan FTME tersebut dikukuhkan sebagai Guru Besar ke-16 UPN “Veteran” Yogyakarta.

Rektor UPN Veteran Yogyakarta, Prof. Dr. Ir. Mohamad Irhas Effendi, M.Si., mengucapkan selamat sekaligus apresiasi kepada Prof. Basuki. Rektor mengatakan bahwa penelitian Prof. Basuki sebagai Guru Besar Bidang Batu Bara sangat strategis karena relevan dengan Asta Cita kedua tentang swasembada energi dan kelima tentang hilirisasi.

“Penelitian dan gagasan Prof. Basuki Rahmad memberikan kontribusi langsung pada kemandirian energi, ketahanan industri, serta keberlanjutan pembangunan nasional,” ujar Rektor.

Selain itu, penelitian dan gagasan Prof. Basuki sekaligus memperkuat posisi strategis UNP “Veteran” Yogyakarta sebagai kampus yang berkontribusi untuk mewujudkan ketahanan energi. Hilirisasi batu bara, lanjut Rektor, tidak hanya mendukung diversifikasi energi, tetapi juga memperkuat strategi hilirisasi mineral nasional, sehingga Indonesia tidak lagi hanya mengekspor bahan mentah, melainkan mampu menghasilkan produk bernilai tambah tinggi.

“Kita harus menghentikan kebiasaan lama mengekspor bahan mentah. Hilirisasi adalah kunci untuk membuka nilai tambah, menciptakan lapangan kerja, dan mengangkat martabat bangsa,” imbuh Rektor.

 

Potensi Hilirisasi Batu Bara di Muara Wahau

 

Sebagai Guru Besar Bidang Batu Bara, Prof. Basuki berhasil menemukan potensi hilirisasi pada batu bara di cekungan Muara Wahau, Kalimantan Timur. Ia mengungkapkan, batu bara di Muara Wahau tidak hanya dapat digunakan sebagai bahan bakar pembangkit listrik (thermal coal), tetapi juga berpotensi menjadi bahan baku pembuatan kokas.

Hasil penelitian tersebut, disampaikan dalam orasi ilmiah dalam rangka Pengukuhan Guru Besar Bidang Batu Bara, yang bertajuk “Inertinite Tinggi Batubara Peringkat Rendah Menuju Hilirisasi Batubara Indonesia Berdasarkan Karakteristik Mikroskopis dan Geokimia Organik (Studi Kasus: Batubara Muara Wahau, Kalimantan Timur) Serta Batubara Sebagai Batuan Induk Minyak Bumi”.

“Batu bara di cekungan Muara Wahau, Kalimantan Timur ternyata memiliki potensi ekonomi yang jauh lebih besar. Penelitian kami membuktikan bahwa batu bara Muara Wahau bisa menjadi aset penting dalam hilirisasi industri," ujar Prof. Basuki dalam orasi ilmiahnya.

Melalui rangkaian penelitian panjang, Prof. Basuki mengungkapkan bahwa batu bara di Muara Wahau memiliki karakteristik unik, lantaran mempunyai kandungan inertinite tinggi, (unit organik mikroskopis penyusun batu bara bersifat kaya akan karbon dan tidak mudah bereaksi) di atas rata-rata batu bara di Indonesia. Jika batu bara pada umumnya memiliki kandungan inertinite sekitar 5%, maka batu bara di Muara Wahau mencapai 20,1%.

Berangkat dari karakteristik langka tersebut, Prof. Basuki berhasil menemukan potensi nilai tambah batu bara di Muara Waha sebagai bahan baku utama pembuatan kokas. Untuk diketahui, kokas merupakan bahan bakar berkadar karbon tinggi yang berperan penting dalam hilirisasi, terutama untuk peleburan besi dan baja.

“Sifat khas inertinite yaitu kaya akan karbon dan tidak mudah bereaksi (inert), dapat dimanfaatkan sebagai bahan pencampur (blending) jenis batu bara yang mempunyai kualitas dan komposisi lain (inertinite sedikit) untuk diversifikasi pemanfaatan batu bara dalam pembuatan kokas,” ujarnya.

Temuan lainnya mengindikasikan bahwa batu bara Muara Wahau juga mempunyai potensi kandungan unsur tanah jarang (Rare Earth Elemet/REE) yang berlimpah. Sebagai informasi, unsur tanah jarang merupakan mineral yang memegang peranan penting pada hilirisasi karena pemanfaatannya pada industri teknologi tinggi seperti kendaraan listrik, perangkat elektronik modern, turbin angin, sektor pertahanan, hingga sektor kesehatan.

“Hadirnya Tetracosanic Acid TMS-Ester sebagai sebuah Gugus Ester dari Asam Carboxylic yang menempel pada rantai Alkane pada batu bara Muara Wahau mengindikasikan kuat keberadaan unsur tanah jarang yang berlimpah,” papar Prof. Basuki.

Tak berhenti di situ, saat ini Prof. Basuki juga sedang meneliti potensi potensi unsur radioaktif pada batu bara di Muara Wahau, yang terindikasi dari keberadaan maseral fusinite atau jenis maseral batu bara dalam kelompok inertinite yang memiliki reflektansi tinggi dan reaktivitas rendah.

“Hadirnya maseral fusinite sedang diteliti kandungan potensi unsur radioaktifnya sebagai hasil dari proses polimerisasi saat humifikasi berlangsung mengacu pada teori fusi dan reaksi fusi,” jelas Prof. Basuki.

Penelitian Prof. Basuki juga memperkuat teori bidang minyak bumi, bahwa batu bara sebagai source rock (batuan induk) minyak bumi di beberapa cekungan di Indonesia.

Secara keseluruhan, penelitian Prof. Basuki diharapkan dapat menyumbangkan kontribusi signifikan pada pengembangan hilirasasi di Indonesia. Selain itu, penelitian tersebut diharapkan dapat meningkatkan potensi penghasilan negara dari sektor pertambangan dengan melakukan karakterisasi potensi metalurgi dari batu bara termal kalori rendah, seperti yang dijumpai pada batu bara Muara Wahau.

Penulis: Ulfa

Editor: Dewi