Pakar Geologi Sebut Geopark Meratus Tertua di Indonesia dan Terbentuk dari Lantai Dasar Samudera

  • Jumat 01 November 2019 , 12:00
  • Oleh : Ritta Humas
  • 2134
  • 3 Menit membaca
UPN VETERAN Yogyakarta

BANJARMASINPOST.CO.ID, MARTAPURA - Geopark Meratus memiliki keistimewaan tersendiri dibanding geopark lainnya di Indonesia. Ini dikarenakan sebaram geosite-nya yang lebih banyak dan usia pembentukannya yang jauh lebih lama (tua).

Geopark Pegunungan Sewu yang telah masuk UNESCO Global Geopark (UGG) misalnya baru terbentuk pada 15-20 juta tahun silam. "Sedangkan Geopark Meratus terbentuk sejak 200 juta tahun silam," sebut pakar geologi UPN Veteran Yogyakarta Jatmika Setyawan, Kamis (31/10/2019).

Pegunungan Sewu adalah nama untuk deretan pegunungan yang terbentang memanjang di sepanjang pantai selatan Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten Wonogiri, hingga Kabupaten Tulungagung di Pulau Jawa. Deretan pegunungan Sewu terbentuk karena pengangkatan dasar laut ribuan tahun silam.


Jadi, sebut Jatmika, pegunungan Sewu tersebar di tiga provinsi yakni Gunung Kidul di Provinsi Daerah Istimewa Jogjakarta. Kemudian Wonogiri di Provinsi Jawa Tengah, dan Pacitan di Provinsi Jawa Timur.

Sementara itu pegunungan Meratus menyatu dalam satu wilayah yakni di Provinsi Kalimantan Selatan yang tersebar di beberapa wilayah kabupaten.

"Kalau Pegunungan Sewu mengangkat batu gamping, sedangkan di Kalsel yang diangkat adalah batuanlantai samudera pada 200 juta tahun yang lalu. Itu dari tumbukan antara lempeng pecahan dari Australia dengan lempeng bagian paling timur hingga membentuk jajaran Pegunungan Meratus yang begitu tinggi dan begitu panjang," jelasnya.


Itu semua, lanjut Jatmika, dulu adalah lantai samudera yang kemudian menyembul ke permukaan menjadi daratan. "Jadi kalau dari segi umur, jauh lebih tua Meratus dibanding pegunungan di wilayah selatan (Jawa) yang umurnya antara 16 hingga 15 juta tahun. Hingga sekarang batu gamping di Jawa umurnya paling tua hanya16 juta tahun sehingga selisih umurnya cukup besar," tandasnya.

Pegunungan Selatan atau Geopark Gunung Sewu 80 persen adalah batu gamping dan hanya 3 titik yang bukan bentuk gatu gamping yaitu di Gunung Api Purba di Nglanggeran.

"Kemudian Kalimalang itu adalah fosil. Kemudian yang satu lagi Gunung Batur itu juga Gunung Api Purba tiga titik itu yang bukan batu gamping," sebut Jatmika.

Sedangkan Pegunungan Meratus adalah ofiolit tertua di Indonesia. Disebut ofiolit karena berupa batuan-batuan lantai samudera yaitu batuan bahasa ultrabasa terdiri dari serpentine dan sebagainya.

"Itu adalah bukti lantai samudera. Kemudian ada juga batuan-batuan yang di atasnya berupa lava bantal yang diketemukan juga di Sebuku dan Pulaulaut. Kemudian dari situ di atasnya ada endapan endapan yang di laut dalam yaitu batu gamping merah yang semua sekarang sudah terangkat ke permukaan," bebernya.

Geosite Pegunungan Sewu awalnya ada 17 titik dan kemudian menjadi 22 titik desa hingga di Pacitan dan sekarang 38. Sedangkan di Kalsel telah dinilai ada sebanyak 67 titik geosite.

"Jadi lebih banyak dan lebih bervariasi. Karenanya dengan belajar pengelolaannya di Geopark Sewu semoga nanti tiap titik geosite Meratus bisa terkelola secara memadai sehingga dapat segera masuk UGG," ucap Jatmika.



Banyak manfaat yang didapatkan daerah dan masyarakat Kalsel jika Geopark Meratus masuk UGG. Paling tidak akan kerao menggema di telinga publik internasional dan hal itu secara langsung akan berdampak terhadap kunjungan wisatawan.

Jatmika mengatakan saat ini di Indonesia telah ada 19 geopark nasional. Geopark pertama yakni di Geopark Batur, Bali. Geopark Batur ditetapkan sebavai geopark nasional pada 2010 dan pada 2012 masuk UGG atau geopark pertama Indonesia yang mendapat pengakuan internasional.

(banjarmasinpost.co.id/roy)



Artikel ini telah tayang di banjarmasinpost.co.id dengan judul Pakar Geologi Sebut Geopark Meratus Tertua di Indonesia dan Terbentuk dari Lantai Dasar Samudera, https://banjarmasin.tribunnews.com/2019/10/31/pakar-geologi-sebut-geopark-meratus-tertua-di-indonesia-dan-terbentuk-dari-lantai-dasar-samudera?page=2.
Penulis: Idda Royani
Editor: Didik Trio